Hari Senin (26 Agustus 2019), Presiden Joko Widodo mengumumkan lokasi baru ibukota RI. Lokasinya berada di Kalimantan Timur yang meliputi sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara. Ditengah masih pro dan kontranya terhadap kebijakan ini, mari melihat bagaimana kondisi Kalimantan Timur dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia terkait Air Bersih dan Sanitasi Layak.
Kebutuhan dasar ini tertuang dalam SDGs Goal ke 6: “Menjamin ketersediaan serta pengelolaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua”. Lebih spesifik lagi dalam target ke 6.1 dan 6.2 yaitu 6.1 yaitu : (1) Pada tahun 2030, mencapai akses universal dan merata terhadap air minum yang aman dan terjangkau bagi semua; (2) Pada tahun 2030, mencapai akses terhadap sanitasi dan kebersihan yang memadai dan merata bagi semua, dan menghentikan praktik buang air besar di tempat terbuka, memberikan perhatian khusus pada kebutuhan kaum perempuan, serta kelompok masyarakat rentan.
Bagaimana kondisi Kalimantan Timur dalam pencapaian SDGs target 6.1 terkait persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap layanan sumber air minum layak? Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada tahun 2018 terdapat 81,26 persen rumah tangga sudah memiliki akses air minum layak. Bila dibandingkan dengan pencapaian nasional, ternyata provinsi Kalimantan Timur sudah memiliki persentase diatas angka nasional namun masih jauh dari pencapaian di DKI Jakarta.
Hal yang menarik dalam tiga tahun terakhir dari data diatas terlihat akses air minum layak malah menurun dari tahun ketahun di DKI Jakarta, namun cenderung meningkat dari untuk provinsi Kalimantan Timur. Pengertian air minum dalam SDGs adalah air yang melalui proses pengolahanatau tanpa proses pengolahan yang memenuhisyarat kesehatan dan dapat langsung diminum(Permenkes No. 492/Menkes/PER/IV/2010 tentangPersyaratan Kualitas Air Minum). Sedangkan Air minum yang layak adalah air minum yang terlindung meliputi air ledeng (keran), keran umum, hydrant umum, terminal air, penampungan air hujan (PAH) atau mata air dan sumur terlindung, sumur bor atau sumur pompa, yang jaraknya minimal 10 meter dari pembuangan kotoran, penampungan limbah dan pembuangan sampah. Tidak termasuk air kemasan, air isi ulang, air dari penjual keliling, air yang dijual melalui tanki, air sumur tidak terlindung, mata air tidak terlindung, dan air permukaan (seperti sungai/danau/waduk/kolam/irigasi).
Selain melihat aksesterhadap layanan sumber air minum layak, mengetahui akses sanitasi layak menjadi hal yang tidak kalah penting. Hasil Survei yang sama menunjukkan bahwa Kalimantan Timur telah mencapai 79,19 persen rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak. Jika membandingkan dengan angka nasional persentase di Kalimantan Timur selalu lebih tinggi namun jauh dibawah DKI Jakarta.
Fasilitas sanitasi layak adalah fasilitas sanitasi yang memenuhi syarat kesehatan, antara lain klosetnya menggunakan leher angsa, tempat pembuangan akhir tinjanya menggunakan tanki septik (septic tank) atau Sistem Pengolahan Air Limbah (SPAL), dan fasilitas sanitasi tersebut digunakan oleh rumah tangga sendiri atau bersama dengan rumah tangga lain tertentu.
Calon Ibukota memiliki akses terhadap air minum layak dan sanitasi layak menunjukkan nilai diatas angka nasional, namun jauh dari DKI Jakarta. Jika data terkait kedua hal ini dilihat secara keseluruhan maka DKI Jakarta menempati urutan pertama dalam akses terhadap sanitasi layak dan urutan kedua setelah Bali dalam akses terhadap sumber air minum layak (Statistik Indonesia 2019).
Ibukota dalam hal akses kekebutuhan dasar menunjukkan kedominannannya, dan berharap Kalimantan Timur sebagai lokasi baru ibukota turut menunjukkan persentase yang meningkat kedepannya nanti sehingga angka nasional dapat meningkat dengan tajam.Satu hal yang penting, SDGs adalah tantangan kita bersama untuk mewujudkannya, tidak hanya ibukota melainkan semua provinsi di seluruh Indonesia.
Leave a Reply