Masyarakat global diminta mulai memerhatikan penanganan menu darurat. Hal ini terutama untuk mengantisipasi daerah yang terkena bencana. US Agency of International Development (USAID) menjelaskan sejumlah kriterian pangan darurat atau emergency food.
Di setiap negara, pola masyarakat menyiapkan makanan atau menu untuk kondisi darurat memang berbeda-beda. Di Jepang, misalnya, yang sering dikunjungi oleh bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami, kadang-kadang akan ada sampai tiga hari listrik padam dan jalan yang terputus dari dunia luar. Oleh karena itu, ada kebiasaan keluarga di Jepang untuk menyediakan makanan dan air untuk konsumsi minimal selama 1 minggu.
Meskipun ini tentu saja mungkin hanya menyediakan makanan “lebih normal” dari biasanya, banyak keluarga tampaknya menyiapkan stok makanan daruratyang dapat disimpan untuk waktu yang lama dan dapat dimakan tanpa alat masak.Sementara di Indonesia, pemenuhan gizi pada masyarakat yang menjadi korban bencana masih menjadi masalah. Baik dari segi jenis makanan (sering mengonsumsi mie instan), makanan yang kadaluarsa, atau dari higienitas dapur umum. Hal ini terjadi karena sulitnya penyediaan makan secara massal karena korban bencana jumlahnya bisa ribuan bahkan lebih.
Dalam hal lain kesehatan makanan yang di berikan haruslah terjaga kualitasnya karena manusia yang sedang terkena bencana sangat membutuhkan makanan – makanan yang sehat.karena dalam pasca bencana manusia ada di dalam posisi yang sangat tidak baik lingkungan yang rusak makanan yang kurang dapat menimbulkan banyak penyakit sperti, diare, demam berdarah,malaria dan lain – lain. Apalagi pada korban bencana balita sangat riskan terkena penyakit tersebut. Peran pemerintah dan tekonologi di bidang kesehatan makanan dan kesehatan lingkungan juga sangat di butuhkan karena dapat sekali membantu korban bencana.
Leave a Reply