Hampir 25 juta orang di Indonesia tidak menggunakan toilet. Mereka buang air besar di ladang, semak, hutan, parit, jalan, sungai atau ruang terbuka lainnya.
Buang air besar sembarangan bukan hanya merendahkan martabat manusia, tetapi juga berisiko besar terhadap kesehatan anak dan masyarakat.
Buang air besar sembarangan dan air limbah yang tidak diolah dapat mencemari pasokan air dan mendukung penyebaran penyakit diare seperti kolera. Seperempat dari semua anak di bawah usia 5 tahun di Indonesia menderita diare, yang merupakan penyebab utama kematian anak di negara ini.
Kualitas air yang buruk tidak terlepas dari kondisi sosial ekonomi. Sebuah survei air minum 2017 di Yogyakarta, sebuah pusat kota yang makmur di Jawa, menemukan bahwa 89 persen sumber air dan 67 persen air minum rumah tangga terkontaminasi oleh bakteri tinja.
Membangun jamban, dan mengelola kotoran tinja dengan aman – serta mencuci tangan – adalah kunci untuk menjaga anak-anak dan keluarga agar tetap sehat.
Namun, orang-orang Indonesia yang paling miskin masih tertinggal dengan kesenjangan yang signifikan dalam memperoleh akses sanitasi terutama di antara rumah tangga pada dua tingkat masyarakat paling rendah – sebesar 40 dan 65 persen di daerah perkotaan dan 36 dan 65 persen di daerah pedesaan.
Sanitasi yang dikelola dengan aman diakui sebagai prioritas utama dalam meningkatkan kesehatan, gizi, dan produktivitas masyarakat, dan merupakan target eksplisit Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) keenam. Oleh karena itu, mencapai SDG 6 memerlukan strategi yang lebih dekat untuk menjangkau anak-anak dan keluarga Indonesia yang paling miskin dengan menyediakan akses yang lebih mudah untuk memperoleh pasokan air, sanitasi dan kebersihan (WASH) yang dikelola dengan aman.
Solusi
Di tingkat nasional, upaya ini difokuskan dengan melakukan advokasi tingkat tinggi dan kemauan politik bersama dengan menyelaraskan kebijakan dan program WASH dengan realitas dasar dan memastikan bahwa kebijakan didasarkan pada informasi dan data yang andal dan terkini.
Salah satu tantangan terbesar untuk mencapai sanitasi yang dikelola dengan aman adalah mengubah perilaku – dimulai dari membangun kemauan politik untuk menciptakan norma sosial nasional baru dalam mendukung sanitasi yang dikelola dengan aman. Di Indonesia, UNICEF memotivasi perubahan perilaku sosial melalui advokasi dan keterlibatan tingkat tinggi dalam kemitraan Sanitasi dan Air untuk Semua, pembelajaran peer to peer untuk mendukung advokasi subnasional dan melalui mobilisasi sosial di masyarakat terpinggirkan di mana buang air besar sembarangan masih tersebar luas.
Sekolah dasar dan masyarakat sekitar juga merupakan mitra utama dalam memperkuat perilaku hidup bersih. UNICEF membantu meningkatkan kapasitas guru, orang tua dan pemerintah desa setempat dalam mengembangkan dan mengimplementasikan rencana sanitasi sekolah, yang mendukung praktik-praktik sehat seperti mencuci tangan dan manajemen kebersihan saat menstruasi.
Selain itu, UNICEF juga membantu memperkuat kualitas data pemerintah dan sistem pemantauan sehingga program WASH relevan secara lintas sektoral kesehatan, gizi dan tingkat kesehatan yang lebih luas serta intervensi sosial dapat diperluas.
Sumber : https://www.unicef.org/indonesia/id/air-sanitasi-dan-kebersihan-wash
Leave a Reply