• Skip to main content
  • Skip to primary sidebar
  • Home
  • blog
  • Sanitarian Kit`
  • Kesling Kit
  • Cetakan Jamban
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami

Sanitarian Kit

Distributor Sanitarian Kit

Sanitasi Buruk, Ancam Kehidupan

March 9, 2022 by info_zb324480 Leave a Comment

Awalnya hanya ada 10 rumah yang mempunyai dan memakai jamban. Munculnya rasa jijik, malu, dan berdosa menjadikan warga Ciseke, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, tidak mau lagi membuang kotoran sembarangan.

Seorang spesialis sanitasi lingkungan dan air dari Unicef, Dr Hening Darpito, dalam laporannya menuliskan, dalam tempo sekitar empat bulan, sebanyak 138 keluarga yang menghuni 121 rumah di Ciseke mampu membebaskan diri dari buang air besar sembarangan.

Mereka dengan sukarela dan sesuai kemampuannya sendiri membangun jamban dekat tempat tinggalnya. Kini mereka merasa lebih nyaman memiliki jamban di dekat rumah, tidak perlu repot ke kebun atau ke sungai jika perut sudah melilit.

Kecamatan Cidahu ”tersohor” pada tahun 2005 karena munculnya penyakit polio. Penyebaran penyakit ini disebabkan lingkungan yang kotor, masyarakat membuang tinja sembarangan di sungai, kolam, dan kebun. Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi kemudian mencoba menerapkan pendekatan pembangunan sanitasi total berbasis masyarakat di salah satu dusun di Ciseke.

Manusia membuang kotoran karena merasa tinja tidak ada manfaatnya. Tinja dijauhkan dari dirinya karena merasa terganggu, berbau, tidak enak dipandang, dan bagi yang tahu dapat menyebabkan penyakit. Ketika menjauhkan tinja dari dirinya, berarti mendekat kepada orang lain, bisa saja anaknya, keluarganya, ataupun tetangganya.

Pemahaman inilah yang diangkat fasilitator dengan cara membantu masyarakat menghitung berapa ton tinja orang satu kampung setiap hari yang dibuang di kebun, kolam, dan sungai. Betapa jahat perbuatan buang air besar sembarangan yang menyebabkan orang lain terganggu, tidak nyaman, bahkan menjadi sakit.

Warga merasa jijik dan malu dijadikan ”pintu masuk” dalam pendekatan sanitasi total berbasis masyarakat. Warga pun diajak mendiskusikan hal tersebut dan diajak melakukan perubahan dengan membangun jamban. Meskipun melalui argumentasi yang alot—ada yang setuju, ada yang tidak setuju karena keterbatasan penghasilan—warga pun akhirnya sepakat membangun jamban dan septic tank. Pembangunan jamban dilakukan secara bergotong-royong.

Melalui para pemimpin lokal, perubahan paradigma dan perilaku pun bisa dilakukan. Departemen Kesehatan melaporkan pada tahun 2007 tidak kurang 160 desa bebas dari perilaku buang air besar sembarangan, dan tahun 2008 sebanyak 200 kabupaten mencoba pendekatan ini di daerahnya.

Perilaku kolektif

Sanitasi total, menurut Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan I Nyoman Kandun, dapat dicapai bila setiap rumah tangga menghentikan praktik buang air besar sembarangan dan menggunakan jamban yang aman untuk pembuangan tinja.

”Selain itu, juga mencuci tangan dengan sabun, mengatur dan menyimpan air dan makanan dengan cara yang aman, mengatur limbah air domestik,” kata Kandun.

Sanitasi total menargetkan semua masyarakat dan fokus pada perubahan perilaku kolektif. Masyarakat diajak untuk ikut merencanakan kebutuhan sanitasi dasarnya.

Pendekatan seperti zaman dulu, yakni dengan membagi-bagi jamban, pompa dibikin tetapi dengan pendekatan proyek, menjadikan masyarakat tidak merasa memiliki sarana sanitasi tersebut.

”Jamban tidak digunakan, pompa air jebol karena masyarakat tidak punya rasa memiliki,” tambah Kandun.

Masyarakat pun juga perlu diberi pemahaman pentingnya sanitasi dasar bagi kelangsungan hidup mereka. Jika mengabaikan hal ini, penyakit akan mengancam kehidupan.

Dampak kesehatan

Di Indonesia terdapat empat dampak kesehatan besar disebabkan oleh pengelolaan air dan sanitasi yang buruk, yakni diare, tipus, polio dan cacingan. Hasil survei pada tahun 2006 menunjukkan bahwa kejadian diare pada semua usia di Indonesia adalah 423 per 1.000 penduduk dan terjadi satu-dua kali per tahun pada anak-anak berusia di bawah lima tahun.

Data dari Direktorat Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan menyebutkan, pada tahun 2001 angka kematian rata-rata yang diakibatkan diare adalah 23 per 100.000 penduduk, sedangkan angka tersebut lebih tinggi pada anak-anak berusia di bawah lima tahun, yaitu 75 per 100.000 penduduk.

Kematian anak berusia di bawah tiga tahun 19 per 100.000 anak meninggal karena diare setiap tahunnya—salah satu penyebab kematian anak (lainnya karena ISPA/infeksi saluran pernapasan akut, dan komplikasi sebelum kelahiran)—data dari Profil Indonesia, 2003.

Adapun kejadian tipus di Indonesia adalah 350-810 per 100.000 penduduk. Studi klinis rumah sakit menunjukkan bahwa angka kesakitan tipus adalah 500 per 100.000 penduduk dan laju kematian adalah 0,6 persen-5 persen.

Kematian akibat polio telah terjadi di Indonesia (di Provinsi Jawa Barat) pada seorang anak laki-laki berusia di bawah dua tahun. Selain itu, prevalensi cacingan di Indonesia adalah 35,3 persen. Kerugian ekonomi sekitar 2,4 persen dari GDP atau 13 dollar AS per bulan per rumah tangga (studi Asian Development Bank 1998).

Intervensi

Empat intervensi untuk mencegah diare adalah pengolahan air dan penyimpanan di tingkat rumah tangga, melakukan praktik cuci tangan, meningkatkan sanitasi, dan meningkatkan penyediaan air.

Setiap intervensi memiliki dampak yang berbeda-beda terhadap diare. Data terkini dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 2006, menunjukkan bahwa berbagai intervensi perilaku melalui modifikasi lingkungan dapat mengurangi angka kejadian diare sampai dengan 94 persen melalui pengolahan air yang aman dan penyimpanan di tingkat rumah tangga dapat mengurangi angka kejadian diare sebesar 39 persen, melakukan praktik cuci tangan yang efektif dapat menurunkan angka kejadian diare sebesar 45 persen, meningkatkan sanitasi dapat menurunkan angka kejadian diare sebesar 32 persen, dan meningkatkan penyediaan air dapat menurunkan kejadian diare sebesar 25 persen.

Selain tidak buang air besar sembarangan, dua hal penting lain yang bisa dilakukan semua anggota masyarakat adalah memasak air minum dan mencuci tangan. Kelihatannya sepele tetapi tidak semua orang melakukannya.

Seorang panelis memaparkan, hampir semua rumah tangga memasak air untuk mendapatkan air minumnya. Dalam hal merebus, Indonesia memang lebih maju. ”Hampir semua memasak, tetapi sekitar 47,5 persen rumah tangga air minumnya ternyata mengandung E coli (Entamoba coli),” katanya. Bakteri E coli ini berbahaya bagi kesehatan karena menyebabkan gangguan perut.

Proses mencuci tangan pun bisa menjadi persoalan bagi sebagian orang. Studi baseline Basic Human Services USAID terhadap 7.137 rumah tangga yang memiliki anak berusia di bawah tiga tahun di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur (di 30 kabupaten/kota), ternyata hanya 77 persen yang memiliki sikap positif terhadap cuci tangan memakai sabun. Tidak semua orang bersikap positif. Untuk penyuluhan harus terus digencarkan.

Data dari Depkes lebih memprihatinkan. Hanya sebagian kesil masyarakat yang mempraktikkan cuci tangan: 12 persen setelah buang air besar, 9 persen setelah membersihkan pantat bayi, 14 persen sebelum makan, 7 persen sebelum memberi makan anak, dan 6 persen sebelum menyiapkan makanan.

Untuk meningkatkan presentasi masyarakat yang mempraktikkan cuci tangan, Depkes telah mengembangkan strategi baru ”cuci tangan pakai sabun” melalui kemitraan pemerintah-swasta. Hal ini sebelumnya telah terbukti meningkatkan kesadaran dan implementasi perilaku sehat yang baik di beberapa negara.

Sumber : http://www.ampl.or.id/digilib/read/sanitasi-buruk-ancam-kehidupan/22244

Filed Under: Uncategorized

Reader Interactions

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Primary Sidebar

Recent Posts

  • Analisis Fasilitas Sanitasi dalam Mencegah Penularan Covid-19 di Rumah Sakit X
  • PENTINGNYA SANITASI LINGKUNGAN DI ERA PANDEMI COVID-19
  • MEMPERKUAT SANITASI DI MASA PANDEMI COVID 19
  • Mencegah Corona: Tindakan Sanitasi yang Dilakukan Bolu Susu Lembang untuk Menjaga Kualitas dan Kebersihan Produk Agar Terhindar dari COVID-19
  • Di Jakarta, Kondisi Sosiodemografi dan Kesehatan Lingkungan Sangat Berpengaruh terhadap Kejadian COVID-19

Recent Comments

    Archives

    • February 2024
    • January 2024
    • December 2023
    • November 2023
    • October 2023
    • September 2023
    • August 2023
    • July 2023
    • June 2023
    • May 2023
    • April 2023
    • March 2023
    • February 2023
    • January 2023
    • December 2022
    • November 2022
    • October 2022
    • September 2022
    • August 2022
    • July 2022
    • June 2022
    • May 2022
    • April 2022
    • March 2022
    • February 2022
    • January 2022
    • November 2021
    • October 2021
    • September 2021
    • August 2021
    • December 2020
    • November 2020
    • October 2020
    • September 2020
    • August 2020
    • July 2020
    • June 2020
    • May 2020
    • April 2020
    • March 2020
    • February 2020
    • January 2020

    Categories

    • kesehatan
    • Sanitarian Kit
    • Uncategorized

    Meta

    • Log in
    • Entries feed
    • Comments feed
    • WordPress.org

    Copyright Indotekhnoplus, Developed by Leads.id