Pakar epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, kemunculan Kejadian Luar Biasa (KLB) atau outbreak dari hepatitis akut misterius dan deteksi lambat Covid-19 menandakan kemampuan biosurveillance Indonesia masih belum optimal.
Dicky mengatakan negara-negara maju dengan biosurveillance yang baik memungkinkan mereka untuk mendeteksi penyakit lebih dini sebelum menyebar ke masyarakat luas. Pada kasus hepatitis akut misterius, ia melihat ada keterbatasan deteksi, tes, atau kesadaran masyarakat, sehingga kasus semacam ini bisa meluas.
“Artinya jelas ini ada ketelatan deteksi karena seringkali sebagian masyarakat juga salah menginterpretasikan semua hepatitis dan penyakit kuning,” kata Dicky saat dihubungi Tempo, Kamis, 5 Mei 2022.
Ia menuturkan membangun biosurveillance berasal dari rumah sakit dan fasilitas kesehatan untuk sistem deteksi dini agar mencegah penyebaran meluas. Deteksi dini sangat penting, seperti halnya dalam melawan pandemi Covid-19 di awal.
Menurutnya kasus KLB hepatitis yang muncul di Indonesia menunjukkan masih banyak penyakit yang belum diketahui karena kurangnya biosurveillance.
“Jangankan Indonesia, di negara maju itu bisa setahun ada 4-5 kasus hepatitis yang tidak jelas etiologi atau penyebabnya,” kata Dicky.
Dengan geografi yang luas dan keanekaragaman hayati serta virus yang banyak, membuat Indonesia rawan. Apalagi jumlah anak-anak di Indonesia yang besar sekitar 30 juta anak, yang bahkan saat ini masih menghadapi tantangan imunisasi, stunting, gizi buruk, dan sanitasi lingkungan.
Sumber : https://metro.tempo.co/read/1589176/epidemiolog-singgung-soal-biosurveillance-dalam-kasus-hepatitis-akut-misterius
Leave a Reply