AIR dan sanitasi merupakan hak dasar manusia, namun masih ada 62 juta orang di pedesaan yang belum mendapatkan akses layak ke fasilitas sanitasi. Hingga kini bahkan ada 34 juta di antaranya masih mempraktikan Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Angka tersebut menunjukkan bahwa target Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) 2030 untuk akses sanitasi dan air minum yang layak untuk semua masih dalam perjalanan panjang. Atas dasar itu Kementerian Kesehatan dan Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) berkolaborasi menggelar ‘Learning Event : Program Air dan Sanitasi yang Inklusif untuk Resiliensi’ yang bertujuan untuk meningkatkan praktik pembangunan air dan sanitasi yang lebih inklusif bagi semua kalangan. Pembelajaran itu dilakukan pada 7-8 Desember 2021 “Arah kebijakan dan strategi saat ini adalah meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta yang melibatkan semua golongan termasuk penyandang disabilitas dalam STBM. Menurut penelusuran kami, komitmen yang kuat dari pimpinan daerah menjadi prasyarat percepatan ODF (Open Defecation Free). Komitmen pimpinan daerah ini sangat mempengaruhi terhadap implementasi di lapangan,“ ungkap R Vensya Sitohang, Direktur Kesehatan Lingkungan, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes. Selain itu, Vensya juga menekankan perlunya menggerakkan dukungan pembiayaan pemerintah daerah, peran swasta dan alternatif pemanfaatan biaya sumber hibah, zakat, ataupun kredit mikro ringan terhadap air dan sanitasi yang dikawal dengan ketat sesuai peraturan. Hal ini dilakukan dalam peningkatan suplai dan kualitas sarana sanitasi menuju aman dan berkelanjutan.
Selanjutnya perlu dikembangkan dan mendukung alternatif solusi melalui inovasi teknologi tepat guna sesuai kearifan lokal spesifik yang telah terstandar untuk diimplementasikan dan replikasi. “Monitoring pendampingan yang kuat untuk mengklaim keberhasilan dan percepatan penyelesaian solusi masalah di lapangan yang cepat dan tepat perlu dilakukan secara kontinyu oleh seluruh pemangku kepentingan pembangunan air minum dan sanitasi mulai dari kader, natural leader, kepala desa/lurah, sanitarian dan tingkatan jajaran pemangku kepentingan lainnya,” ujarnya. Adanya pandemi Covid-19 juga semakin menunjukkan pentingnya sanitasi, kebersihan dan akses yang memadai ke air bersih untuk mencegah dan mengendalikan penyakit. Ketua Perkumpulan Penyandang Tuna Daksa Kristiani (Persani) Nusa Tenggara Timur Seragina Bete mengatakan, untukmeningkatkan akses sanitasi layak pada kelompok disabilitas perlu dukungan dari semua lapisan masyarakat. Baca juga : Sarinah Jaktent 2021 : Tantangan Dunia Literasi di Mata Erick Thohir dan Rintik Sendu “Anak-anak, kaum muda dan perempuan dengan disabilitas sering menghadapi hambatan dalam mengakses pembangunan termasuk sanitasi. Di situasi pandemi covid-19, akses dan mengubah perilaku higiene sanitasi sangat penting. Menyediakan sarana sanitasi yang bisa diakses dan menjangkau serta melibatkan semua kelompok tanpa terkecuali menjadi penting, termasuk penyandang disabilitas,” jelas Fina. Koordinator Sanitasi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Laisa Wahanudin menjelaskan, partisipasi kelompok masyarakat termasuk kaum penyandang disabilitas sebagai pengambil keputusan sangat penting.
“Saat ini, organisasi masyarakat sipil seperti PKK dan Orrganisasi disabilitas sudah dirangkul oleh Pokja AMPL (Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan) sebagai mitra kunci dalam meningkatkan pelayanan air dan sanitasi,” ujar Wahanudin. Direktur Eksekutif Yayasan Plan International Indonesia Dini Widiastuti berpendapat bahwa berbagi akses air bersih adalah dasar pemenuhan hak asasi manusia, terutama anak. “Dengan memenuhi akses dan kebutuhan air bersih dan sanitasi yang layak dan inklusif, kami percaya anak-anak, baik perempuan dan laki-laki maka risiko kekerasan dan kesehatan pada anak pun berkurang. Ketika kebutuhan dasar telah terpenuhi mereka dapat bertumbuh kembang dengan baik dan menggapai mimpinya,” jelas Dini. Selama kurang lebih 20 tahun terakhir, Plan Indonesia telah bekerja sama dengan pemerintah dalam berbagai upaya peningkatan akses dan perilaku sanitasi dengan pendekatan inovatif yang sudah diadopsi di dalam maupun di luar negeri. Dalam beberapa tahun belakangan ini, melalui berbagai bencana alam dan pandemi covid-19, implementasi Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang berkesetaraan gender dan inklusif (STBM-GESI) di daerah intervensi plan menunjukkan banyak praktik baik yang telah mendukung ketangguhan masyarakat untuk tetap hidup sehat. Contohnya, dengan inovasi masker transparan untuk kelompok penyandang disabilitas, penambahan fasilitas ramah disabilitas, dan pencegahan penularan covid-19 melalui pengolahan limbah infeksius skala rumah tangga.
Leave a Reply