Menjelang musim kemarau, kekeringan sudah mulai terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, termasuk Jawa Barat. Akibat kekeringan, banyak daerah yang kesulitan air bersih. Padahal air mempunyai peran penting untuk kehidupan manusia. Menurut WHO, kebutuhan minimal setiap orang akan air bersih per hari adalah 60 liter.
Menyikapi hal tersebut, ada dua alternatif yang bisa dilakukan oleh masyarakat sebagai persiapan menjelang musim kemarau terjadi. Pertama, masyarakat bisa membuat bak-bak penampung air ketika masih musim hujan, kedua membuat bidang-bidang resapan di sekitar rumah sehingga sumur-sumur tak kekeringan ketika kemarau.
Hal tersebut disampaikan Ketua Kelompok Keahlian Rekayasa Air dan Limbah Cair, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB, Prof. Dr. Ing. Ir. Prayatni Soewondo MS., saat menjadi narasumber dalam acara Talkshow Radio Elshinta Bandung dengan tema “Dampak Musim Kemarau terhadap Persediaan Air di Kota Bandung,” Jumat (3/8/2018).
“Sebaiknya saat musim hujan kita sudah bersiap-siap menampung air hujan untuk persediaan musim kemarau. Kita bisa memanfaatkan air dari sungai atau dari air limbah domestik (rumah tangga) yang diolah dengan teknologi yang sederhana. Semacam dengan filter atau dengan menggunakan tanaman dengan konsep wetland (lahan buatan sendiri),” kata Prof. Prayatni.
Prof. Prayatni menjelaskan, teknologi filter tersebut sudah banyak digunakan dan alatnya mudah didapatkan. Namun untuk konsep penyediaan lahan buatan sebagai penampung air, membutuhkan lahan yang cukup luas, sayangnya tak semua rumah punya lahan yang luas untuk melakukan hal tersebut. “Konsep lahan buatan itu memanfaatkan tanaman untuk proses penyaringannya. Kualitas yang dihasilkan sangat baik sekali, beberapa lembaga riset sudah melakukan dan kita bisa mengunakan teknologi itu,” katanya.
“Tapi masalahnya rumah-rumah sekarang tak mempunyai halaman yang cukup besar, kita harus perhatikan juga letak septik tank, kalau enggak nanti akan tercemar dengan limbah dari domestik. Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan ternyata sumur-sumur dangkal terkontaminasi dengan air pembuangan,” tambah Prof. Prayatni yang pernah mengambil gelar Doktor di Technische Universitat Berlin, Jerman itu.
Oleh karena itu, ia menyarankan, agar air dari hasil filterisasi itu tidak untuk dikonsumsi, hanya untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari seperti menyiram tanaman, atau flushing toilet. Bahkan hasil penelitian yang pernah Prof. Prayatni lakukan, air limbah dari pabrik tahu dan rumah pemotongan hewan jika dilakukan proses filterisasi, airnya bisa dimanfaatkan untuk tanaman.
“Harusnya untuk daerah yang sulit air pada saat musim hujan sudah bersiap-siap untuk menampung air hujan dari atap atau dari yang bisa menampung hujan, diolah sedikit melewati pasir dan lapisan arang dan disimpan. Tentunya ada contoh-contoh hitungannya , kalau menurut WHO, 60 liter perhari. Itu bisa dihitung, kemarau berapa lama perlu air berapa dan penampungnya berapa. Bisa kalau kita mau melakukannya,” ujarnya.
Program BioporiBeberapa waktu yang lalu di Kota Bandung menerapkan program biopori. Namun demikian, usaha tersebut belumlah cukup untuk membuat air meresap ke dalam tanah dalam jumlah besar. Karena jumlah biopori yang dibuat masih sedikit dengan diameter yang kecil. Sehingga air yang masuk pun tidak terlalu banyak. “Kalau kita bisa buat yang lebih besar itu lebih baik, misalnya dengan bidang-bidang resapan tadi, air (hujan) dari atap rumah bisa gunakan,” ungkapnya.
Menurut Prof. Prayatni, masalah lingkungan ini bukan masalah pemerintah semata tapi menjadi masalah kita semua. Ada yang bisa kita lakukan untuk mengurangi air limbah rumah tangga agar tidak dibuang sembarangan langsung ke sungai atau saluran irigasi. limbah domestik bisa diolah terlebih dulu dengan cara-cara mudah dilakukan.
“Ini kalau masalah air buangan tidak ditangani terutama (limbah) domestik, itu juga akan memengaruhi kita juga, lingkungan tidak bersih kita jalan tidak enak, sampah ada di mana-mana, itu sumber penyakit yang tentu akan berpengaruh ke kita juga. Pesan saya harus sama-sama jaga lingkungan, air yang kita buang lama-lama mengalir ke sungai besar yang juga dimanfaatkan untuk pertanian, energi listrik dan sebagainya,” pungkasnya.
Sumber : https://www.itb.ac.id/berita/detail/56722/live-talkshow-radio-elshinta-bandung-prof-prayatni-soewondo-kemukakan-manfaat-air-limbah-rumah-tangga-di-saat-musim-kemarau