Pengertian sanitasi menurut Ehler dan Steel (2000) adalah sebagai usaha untuk mencegah penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai penularan penyakit tersebut. Sementara menurut Riyadi (1984), sanitasi lingkungan adalah prinsip-prinsip untuk meniadakan atau setidak-tidaknya menguasai faktor-faktor lingkungan yang dapat menimbulkan penyakit, melalui kegiatan-kegiatan untuk mengendalikan : sanitasi air, sanitasi makanan, pembuangan kotoran, air buangan dan sampah, sanitasi udara, vector dan binatang pengerat serta hygiene perumahan dan halaman.
Sementara WHO memberikan batasan kajian sanitasi pada usaha pengawasan penyediaan air minum bagi masyarakat, pengelolaan pembuangan tinja dan air limbah, pengelolaan sampah, vektor penyakit, kondisi perumahan, penyediaan dan penanganan makanan, kondisi atmosfer dan kesehatan kerja.
Di Indonesia sanitasi masih menjadi masalah yang sangat penting untuk diperhatikan. Beberapa kajian menunjukkan hubungan signifikan antara sanitasi dengan kesehatan, sumber daya manusia, dan ekonomi.
Berdasarkan data dari Water and Sanitation Program (WSP-EAP, 2008), sejumlah 100.000 anak menjadi korban kematian akibat diare setiap tahun. Sementara insiden typhoid di Indonesia adalah yang terbesar di wilayah Asia Timur. Diperkirakan 60% penduduk pedesaan hidup tanpa akses terhadap sanitasi yang layak, sehingga lebih tinggi risiko terpapar dari aspek kesehatan, juga kerugian terkait kesejahteraan. Cakupan sanitasi di daerah pedesaan belum membaik dalam 3 dekade, yang ditandai dengan praktik buang air besar sembarangan, baik ke badan air atau langsung ke tanah masih banyak dilakukan (WSP-EAP, 2007).
Masih rendahnya akses pada jamban pribadi di daerah pedesaan tidak terjadi di perkotaan, karena 73% rumah tangga perkotaan telah memiliki akses ke fasilitas WC pribadi. Namun tidak demikian dengan akses pada saluran air limbah. Masih sangat kurangnya investasi dalam infrastruktur sanitasi publik telah menghasilkan cakupan pada saluran air limbah di perkotaan di Indonesia, termasuk salah satu yang terendah di Asia. Kondisi mana menyebabkan polusi lingkungan yang besar, diperparah dengan peran sampah yang menyumbat selokan menyebabkan banjir musiman yang parah (WSP, 2011a).
Hasil diatas relatif sama dengan hasil Riskesdas 2010 (cit. Depkes RI. 2010), dimana berdasarkan tempat tinggal, persentase rumah tangga yang menggunakan fasilitas buang air besar (BAB) milik sendiri lebih tinggi di perkotaan (79,7%) dibandingkan dengan di perdesaan (59,0%). Sementara menurut Devine (2009), di Jawa Timur 34 persen dari mereka yang terbiasa buang air besar di tempat terbuka, menunjukkan bahwa mereka puas dengan praktik ini. Hanya 60 persen setuju dengan pernyataan bahwa ada kerugian pada praktik buang air besar di tempat terbuka.
Leave a Reply