Data Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial PBB menyebutkan, saat ini lebih dari 50% penduduk dunia tinggal di perkotaan. Pada tahun 2050, diperkirakan jumlahnya akan naik menjadi 70%.
Tinggal di kota besar memang menawarkan Anda banyak kesempatan. Mulai dari pekerjaan, fasilitas, kemudahan akses, hingga pelayanan kesehatan yang lebih baik. Meski demikian, Anda yang tinggal di perkotaan ternyata lebih berpotensi terkena masalah kesehatan.
WHO memperkirakan, lebih dari 63% penyebab kematian penduduk dunia disebabkan oleh penyakit tidak menular. Penyakit tidak menular ini meliputi kanker, penyakit jantung dan pembuluh darah, diabetes, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
Sebagian besar kematian tersebut disebabkan oleh lingkungan perkotaan yang tercemar.
Lingkungan Perkotaan Pemicu Masalah Kesehatan
Lingkungan yang macet, bising, dan padat mungkin sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Anda yang tinggal di kota besar. Namun, kualitas lingkungan tersebut rupanya berdampak besar pada kesehatan Anda dalam jangka panjang.
- Polusi udara
Berdasarkan data WHO, polusi udara bertanggung jawab terhadap 3,7 juta kematian penduduk dunia setiap tahunnya. Kematian tersebut umumnya disebabkan oleh kanker paru-paru, infeksi akut pada saluran pernapasan, penyakit jantung iskemik, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Polusi udara juga bertanggung jawab pada masalah kesehatan seperti asma, sesak napas, batuk, dan masalah pernapasan lainnya.
- Polusi air
Berdasarkan studi yang dipublikasikan di The Lancet, air yang tercemar menyebabkan masalah kesehatan pada satu miliar penduduk dunia. Selain itu WHO memperkirakan, air minum yang terkontaminasi menjadi penyebab kematian hingga 500.000 orang setiap tahunnya.
Mereka yang tinggal di dekat pusat industri paling berisiko mengalami hal ini. Ketidakmampuan mengelola limbah menjadi penyebab utama pencemaran air di perkotaan.
- Sanitasi yang buruk
Kota besar tidak terlepas dari masalah sanitasi. WHO menyebutkan, sekitar 20% penduduk perkotaan di dunia masih kekurangan akses sanitasi. Masalah sanitasi di perkotaan umumnya disebabkan karena limbah tidak dikelola dengan baik, ditambah kesadaran masyarakat akan kebiasaan bersih yang masih rendah.
Kegagalan untuk mengelola dan mendaur ulang limbah secara tidak langsung meningkatkan populasi hewan pembawa penyakit seperti nyamuk dan tikus. Risiko ini semakin diperburuk oleh kondisi perkotaan yang padat penduduk.
- Polusi suara
Kebisingan akibat suara kendaraan bermotor dan industri dapat meningkatkan stres yang akhirnya menurunkan kesehatan mental. Studi yang dimuat dalam jurnal Hygiene and Environmental Health mengungkap, orang yang terpapar polusi suara setiap harinya dapat mengalami peningkatan risiko depresi, darah tinggi, dan stroke.
Selain rentan terhadap penyakit yang diakibatkan oleh polusi, masyarakat perkotaan juga rentan terhadap penyakit mental dan sosial. Penyakit mental bisa bermula dari stres berlarut yang tidak kunjung ditangani.
Terlebih, berdasarkan survey Cigna pada tahun 2018, orang Indonesia cenderung mengatasi stres secara mandiri. Misalnya dengan cara curhat ke teman atau keluarga atau dengan tidur untuk melupakan masalah.
Hanya 1 dari 5 orang yang meminta bantuan tenaga profesional (psikolog atau psikiater), untuk membantu mengatasi stres. Pada masyarakat perkotaan, terutama generasi muda, akar stres berasal dari masalah seputar pekerjaan dan finansial.
Gaya Hidup Serba Praktis Pemicu Masalah Kesehatan
Selain faktor lingkungan, faktor kebiasaan juga membuat masyarakat perkotaan lebih rentan terserang penyakit. Gaya hidup yang serba ingin cepat dan praktis, membuat kaum urban cenderung mengonsumsi makanan dengan kadar gula, garam, atau lemak tinggi.
Pola makan tidak sehat ini umumnya tidak diimbangi dengan asupan serat, buah-buahan, dan sayuran.
Kondisi ini diperparah dengan kesibukan, kaum urban jarang menyempatkan waktu berolahraga. Akibatnya, kasus obesitas, diabetes, dan penyakit kardiovaskular karena diet yang tidak sehat terus meningkat pada masyarakat perkotaan.
Fenomena ini diperkuat oleh data WHO yang menyebutkan bahwa 6 dari 10 orang Indonesia rentan terkena penyakit kritis di usia produktif, karena pola hidup dan makan yang tidak sehat. Cigna 360 Well-being Survey Indonesia Report 2018 juga mengungkap bahwa pada tahun 2018, mayoritas orang Indonesia mengalami penurunan kesejahteraan fisik akibat kurang olahraga dan pola makan tidak sehat, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Bekali Diri Anda dengan Perlindungan terhadap Penyakit Kritis
Berkaca dari fakta-fakta tersebut, sudah saatnya bagi Anda yang tinggal di perkotaan membekali diri dengan perlindungan kesehatan yang tepat. Menjalani gaya hidup sehat memang mengurangi risiko terserang penyakit, tapi tidak menghilangkannya. Untuk itu, Anda perlu mempersiapkan diri terhadap segala risiko kesehatan dengan memiliki asuransi kesehatan.
Sementara untuk menjaga kesehatan mental, hindari stres dengan sedih berlebihan. Tidak ada salahnya berkonsultasi pada ahli seperti psikolog atau psikiater di saat Anda sudah tidak menangani masalah psikologis dalam diri.
Saat ini tersedia solusi perlindungan bagi Anda menghadapi penyakit kritis melalui Family Proteksi Optima. Family Proteksi Optima memberikan perlindungan terhadap 10 penyakit kritis yang mencakup kanker, stroke, serangan jantung, penyakit jantung koroner, penyakit ginjal, koma, sindrom Kawasaki, penyakit paru-paru, leukimia, dan diabetes melitus tipe 1.
Keunggulan lain dari Family Proteksi Optima adalah manfaat pengembalian. Anda bisa mendapatkan pengembalian sebanyak 75% dari total premi yang dibayarkan di akhir masa asuransi, atau 25% dari total premi yang dibayarkan setiap kelipatan 3 tahun.
Dengan memiliki asuransi kesehatan, finansial keluarga Anda juga terlindungi. Anda tidak perlu menanggung risiko kehilangan aset, tabungan, atau membebani keluarga akibat biaya pengobatan. Dengan demikian, rasa cemas dan stres berlebih yang bisa memengaruhi kesehatan mental, akibat mahalnya biaya pengobatan juga bisa dihindari.
Leave a Reply