• Skip to main content
  • Skip to primary sidebar
  • Home
  • blog
  • Sanitarian Kit`
  • Kesling Kit
  • Cetakan Jamban
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami

Sanitarian Kit

Distributor Sanitarian Kit

Biotoilet, Solusi Jitu BAB di Daerah Sulit Air

March 10, 2022 by info_zb324480 Leave a Comment

Ketersediaan air bersih dan sanitasi masih menjadi salah satu persoalan kesehatan di Indonesia. Untuk mengatasi hal itu, pemerintah telah melakukan penyuluhan dan menggelar berbagai program. Misalnya, pembuatan sumur resapan, pengolahan air kotor, pembuatan penampung dan penggunaan air hujan, program efisiensi penggunaan air dan manajemen air, serta program kesehatan lingkungan.

Ketersediaan dan akses air bersih di wilayah padat penduduk cenderung makin sulit dari tahun ke tahun. Data dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup menunjukkan mulai 2003, di beberapa daerah, seperti Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, terjadi kekurangan ketersediaan air, terutama selama musim kering. Diperkirakan pada 2020 kondisi kekurangan air ini akan meningkat dua kali lipat.

Kegelisahan itulah yang menghinggapi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). “Sebagai lembaga ilmu pengetahuan, kami harus bertindak,” kata pakar fisika dari LIPI Dr Neni Sintawardani kepada Pembaruan, baru-baru ini.

Neni menuturkan, salah satu upaya yang untuk mengatasi hal tersebut adalah membuat jamban (water closet/WC) kering alias tidak membutuhkan air. WC kering? “Ya, itu bisa jadi solusi di permukiman kumuh atau sulit air,” kata Neni.

Dijelaskan, tantangan terbesar dari perbaikan sanitasi di masyarakat adalah persepsi bahwa jamban adalah ruang kotor yang berada di belakang. Selain itu, keterbatasan sarana sanitasi, baik saluran air kotor komunal maupun sarana air bersih, menjadi kendala yang banyak dihadapi masyarakat di berbagai daerah, terutama di daerah padat penduduk atau daerah kering. “Penerapan WC kering atau biotoilet jelas sangat menghemat air,” katanya.

Serbuk Selulosa

Temuan itu ternyata sudah dimanfaatkan Pondok Pesantren (Ponpes) Daarut Tauhid, Bandung. Buang air besar (BAB) tak perlu memboroskan air. Lebih dari setahun lalu, pesantren pimpinan Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) telah membangun satu unit biotoilet di sudut ponpes yang megah itu.

Sebenarnya, biotoilet memiliki kemiripan dengan toilet konvensional, seperti penggunaan WC duduk atau jongkok. Perbedaannya, pada biotoilet tak ada saluran pipa guna menggelontorkan kotoran ke selokan atau septic tank. Lalu ke mana larinya kotoran itu?

Neni menjelaskan, di era 1980-an, masyarakat desa membuat WC dengan cara menggali tanah seperti membuat sumur. Bagian atas kemudian ditutup dengan kayu dan diberi lubang tempat jongkok untuk membuang hajat. Setelah penuh, ditimbun dengan tanah, kemudian membuat galian baru.

Pada WC kering ini, kotoran langsung ”ditangkap” oleh serbuk-sebuk kayu yang ditempatkan di bawah lubang (reaktor) WC. Bagaikan mesin penyedot tinja, serbuk selulosa ini langsung menyerap dan mengolah kotoran secara biologis, sekaligus mengabsorpsi bau.

Dengan cara ini, air pembersih limbah tak lagi diperlukan. Air yang ada di biotoilet, biasanya lewat selang, hanya dikucurkan untuk membersihkan sisa-sisa kotoran pada tubuh atau lubang WC. Kebutuhan air bilas pada biotoilet dijatah sekitar 300 mililiter per orang atau kurang dari sebotol air mineral ukuran sedang. “Penggunaan air memang diminimalkan,” jelas Neni lagi.

Mengapa perlu biotoilet? Mulanya akses air bersih yang kian sulit, terutama di daerah padat penduduk atau daerah urban. Penelitian yang dilakukan Neni di daerah padat penduduk di Bandung pada 2003 menunjukkan akses terhadap air bersih makin sulit bagi golongan masyarakat yang berpendapatan rendah. Air tidak lagi menjadi barang yang bebas diperoleh. Masyarakat harus membayar sekitar Rp 7.500 per 20 liter air.

Di wilayah Jl Kiaracondong, Bandung, misalnya, air bersih cukup sulit dan bukan barang murah. Padahal, konsumsi air per orang tak kurang dari 18 liter per hari. Belum lagi jika musim kemarau tiba.

Persepsi

Selain serbuk kayu, bahan lainnya yang bisa digunakan adalah seperti serbuk gergajian, sekam, jerami kering, atau bonggol jagung. Serbuk-serbuk ini juga ditempatkan di bawah lubang WC. “Dalam tempo tiga jam, sebanyak 40 persen dari bakteri patogen sudah mulai terurai. Adapun proses penguraian sempurna memerlukan waktu sekitar 8-10 jam. Selain itu, bau pun bisa diminimalisasi,” katanya.

Menurut Neni, diperlukan sekitar seperempat kubik serbuk kayu untuk 25 orang pengguna WC kering (25 kali buang air kecil dan besar). Dengan demikian serbuk diperkirakan perlu diganti sekitar seminggu sekali. Jika tempat sudah penuh, kotoran dapat dimanfaatkan menjadi pupuk tanaman.

Di samping itu, sifat penampung kotoran juga mudah dipindah (portable), sehingga dapat dipadu dengan pembuangan limbah dapur untuk pupuk tanaman.

Komponen biotoilet bukan cuma lubang WC dan serbuk kayu, tetapi juga lubang udara, pengaduk, dan pemanas (jika diperlukan). Lubang udara diperlukan untuk mengalirkan bau akibat proses degradasi. Sementara, pengaduk diperlukan untuk memberi asupan udara ke dalam wadah untuk proses degradasi. Sementara pemanas diperlukan untuk mematikan bakteri.

Secara teknis, pembuatan biotoilet cukup mudah dan bisa dibuat di bengkel. Bahan yang digunakan sebagai badan alat biasanya baja, bahan serat atau polimer kuat lainnya.

Motor pengaduk juga dapat diperoleh dengan mudah di pasar. Motor dimodifikasi sedemikian rupa sehingga bisa menggerakkan pengaduk dengan kecepatan rendah. Selain itu, dipergunakan alat pengontrol elektronik untuk mengatur pergerakan pengaduk secara periodik dalam waktu tertentu.

Pipa sirkulasi udara bisa dibuat dari pipa plastik PVC atau batang bambu. Pembuatan ruang untuk tempat kotak biotoilet dapat disesuaikan dengan kondisi ekonomi masyarakat setempat.

Sumber : http://www.ampl.or.id/digilib/read/biotoilet-solusi-jitu-bab-di-daerah-sulit-air/22209

Filed Under: Uncategorized

Reader Interactions

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Primary Sidebar

Recent Posts

  • Analisis Fasilitas Sanitasi dalam Mencegah Penularan Covid-19 di Rumah Sakit X
  • PENTINGNYA SANITASI LINGKUNGAN DI ERA PANDEMI COVID-19
  • MEMPERKUAT SANITASI DI MASA PANDEMI COVID 19
  • Mencegah Corona: Tindakan Sanitasi yang Dilakukan Bolu Susu Lembang untuk Menjaga Kualitas dan Kebersihan Produk Agar Terhindar dari COVID-19
  • Di Jakarta, Kondisi Sosiodemografi dan Kesehatan Lingkungan Sangat Berpengaruh terhadap Kejadian COVID-19

Recent Comments

    Archives

    • February 2024
    • January 2024
    • December 2023
    • November 2023
    • October 2023
    • September 2023
    • August 2023
    • July 2023
    • June 2023
    • May 2023
    • April 2023
    • March 2023
    • February 2023
    • January 2023
    • December 2022
    • November 2022
    • October 2022
    • September 2022
    • August 2022
    • July 2022
    • June 2022
    • May 2022
    • April 2022
    • March 2022
    • February 2022
    • January 2022
    • November 2021
    • October 2021
    • September 2021
    • August 2021
    • December 2020
    • November 2020
    • October 2020
    • September 2020
    • August 2020
    • July 2020
    • June 2020
    • May 2020
    • April 2020
    • March 2020
    • February 2020
    • January 2020

    Categories

    • kesehatan
    • Sanitarian Kit
    • Uncategorized

    Meta

    • Log in
    • Entries feed
    • Comments feed
    • WordPress.org

    Copyright Indotekhnoplus, Developed by Leads.id