Bandar Lampung, IDN Times – Perjuangan Kartini dahulu dan masa kini dianggap sudah berbeda. Jika Kartini masa dulu memperjuangkan hak perempuan untuk mencapai pendidikan dan lainnya. Maka tugas Kartini masa sekarang adalah mempertahankannya.
Seperti yang dilakukan Khorik Istiana, demi menggapai pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi ia bertekad keluar dari tanah kelahirannya di Blora Jawa Tengah untuk mengenyam pendidikan di Universitas Lampung (Unila). Selain mengenyam pendidikan, ia pun ‘jatuh hati’ terkait lingkungan bidang sanitasi.
Berikut IDN Times rangkum pengalaman Khorik Istiana seputar pendidikan dan pegiat sanitasi.
1. Pengalaman pertama meninggalkan kampung halaman
pexels.com/Fabrizio Verrecchia
Lampung menjadi tanah perantauan pertama bagi Khorik Istiana. Sebelumnya ia tak pernah meninggalkan kampung halaman untuk jangka waktu yang lama.
Namun saat dinyatakan lulus sebagai mahasiswi Biologi di Unila, Khorik tak bisa mengelak. Berbekal rasa penasaran ingin mengetahui Lampung yang diceritakan oleh gurunya saat masih SMA, ia melangkahkan kaki menuju Pulau Sumatera Lampung.
“Kalau pun pergi keluar itu paling kaya study tour itu pun bareng-bareng ya. Sedangkan aku waktu ke Lampung itu sendirian cuma dianter sampe Solo,” cerita Khorik kepada IDN Times Rabu (21/4/2021).
Bahkan saat akan berangkat sang kakek yang mengantarnya salah membeli tiket. Alih-alih beli tiket ke Lampung justru membeli tiket ke Medan.
“Jadi kakekku dibohongi sama calo gitu. Terus akhirnya aku dititipin sama orang yang mau ke Sumatera juga tapi dia ke Medan bukan ke Lampung,” kenangmya.
2. Waspada situasi akan terjadi
Instagram.com/infolampungterkini
Selama diperjalanan Khorik mengaku kerap ditanya oleh beberapa orang. Saat menyebutkan daerah tujuan yaitu Lampung, mereka langsung meminta Khorik untuk berhati-hati dengan orang Lampung.
Mendengar peringatan tersebut tak menciutkan mental Khorik. Ia justru membentengi dirinya untuk bisa waspada jika memang sesuatu yang buruk akan terjadi.
“Tapi setelah aku sampai Lampung dan ketemu beberapa orang ternyata mereka baik, malah membuka perspektif aku kalau orang Lampung gak seperti yang mereka bilang,” terangnya.
3. Mulai menambah wawasan lewat organisasi
Mendapat penghargaan dari Gubernur Lampung Arinal Djunaidi kategori pemuda peduli lingkungan asri dan bersih (IDN Times/Istimewa)
Selama kuliah Khorik tak ingin melewatkan kesempatan untuk mengikuti berbagai kegiatan. Salah satunya adalah bidang jurnalistik di UKPM Teknokra Unila. Lewat organisasi itu akhirnya ia memulai perjalanannya sebagai seorang pegiat lingkungan dibidang sanitasi.
“Dari acara itu mereka ngasih tau kalau mau ngadain youth sanitation camp. Sanitasi ini isu yang gak seksi dan gak banyak digeluti anak muda. Tapi karena penasaran aku coba ikut dan ternyata lolos,” ceritanya.
Usai kegiatan camp tersebut, millennials yang tergabung dalam acara itu membentuk komunitas dengan nama Youth With Sanitation Camp (YSC). Ia kemudian didaulat sebagai ketua YSC.
Tak hanya itu, ia bersama teman-temannya juga mendirikan Komunitas Tukar Baca Lampung. Itu komunitas memberi akses bagi siapa saja untuk membaca melalui menukar buku bacaan masing-masing.
“Kita juga mengumpulkan donasi buku yang kita salurkan untuk anak-anak di pelosok desa yang membutuhkan bacaan,” ujarnya.
4. Berada di lingkungan memahami kesetaraan gender
IDN Times/Istimewa
Selama menjadi pegiat lingkungan yang sering melakukan kegiatan bersama banyak orang, Khorik merasa bersyukur karena tak pernah mengalami pelecehan mau pun diremehkan karena dia seorang perempuan.
Terlebih kegiatan di YSC juga kerap menyuarakan tentang isu kesetaraan gender. Ia juga mengaku tak membatasi diri untuk melakukan kegiatan apa pun untuk mengembangkan kemampuannya.
“Sanitasi itu erat kaitannya dengan perempuan. Jadi kita kampanye tentang menstruasi di sekolah-sekolah kemudian melihat kondisi toilet siswa yang masih jauh dari standar kesetaraan,” kata Khorik.
Menurutnya, menstruasi masih sagat dianggap tabu oleh para generasi muda. Mereka bahkan menutup telinga saat dijelaskan tentang menstruasi.
“Kondisi semacam itu yang perlu kita luruskan bahwa menstruasi yang dialami perempuan bukan sesuatu yang tabu,” paparnya.
5. Perempuan harus saling mendukung
Khorik Istiana, pegiat literasi Lampung. (IDN Times/Istimewa).
Bertepatan dengan Hari Kartini saat ini, menurutnya setiap perempuan adalah Kartini yang berada di jalurnya masing-masing.
“Seperti ibu rumah tangga yang berjuang untuk keluarganya. Kemudian jurnalis berjuang menyampaikan informasi pun perempuan yang bekerja sebagai karyawan,” tegasnya.
Menurut Khorik, sudah saatnya sesama perempuan saling mendukung. Bukan malah saling menjatuhkan satu sama lain.
Sumber : https://lampung.idntimes.com/news/lampung/silviana-4/kisah-khorik-istiana-millennial-lampung-pegiat-sanitasi/5
Leave a Reply