Derajat kesehatan masyarakat sesungguhnya bukan hanya soal pelayanan kesehatan, tetapi juga faktor lingkungan. Bahkan, hal itu memiliki pengaruh hingga 40 persen.
Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek dalam Rapat Kerja Nasional Indonesia Bersih yang di Gedung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Kamis (21/2/2019). Adapun, acara tersebut digelar oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Kementerian LHK.
Nila mengungkapkan mengenai Teori H.L. Blum dalam kesempatan tersebut. Seperti dikutip dari rilis di sehatnegeriku.kemkes.go.id pada Jumat (22/2/2019), derajat kesehatan ditentukan oleh 40 persen faktor lingkungan, 30 persen faktor perilaku, 20 persen pelayanan kesehatan, dan 10 persen genetika atau keturunan.
Sehingga, demi mencapai kesehatan yang baik, menjaga kebersihan lingkungan dan sanitasi adalah faktor penentu tertinggi demi meningkatkan kesehatan masyarakat. Masalahnya, yang terjadi di masyarakat Indonesia saat ini faktor pelayanan kesehatan dianggap yang paling menentukan.
Masyarakat lebih sering mengobati
Ini menunjukkan bahwa masyarakat banyak yang melakukan pengobatan atau kuratif di fasilitas kesehatan, tetapi kebersihan lingkungannya kurang dijaga.
“Saat ini, 80 persen umumnya kuratif, yang untuk pencegahan 20 persen,” imbuh Nila.
Kebersihan lingkungan sendiri bukan hanya soal sampah. Namun juga unsur kimia, biologi, dan sosio-budaya. Jika tidak melakukan pencegahan lewat lingkungan, jumlah orang yang sakit bisa bertambah.
Kanker misalnya, kata Nila, banyak perubahan material di lingkungan, yang bisa menimbulkan penyakit tersebut. Misalnya pembakaran sampah plastik yang mengandung polyvinylchlorude (PVC) dan mengeluarkan zat berbahaya.
Maka dari itu, Kementerian Kesehatan tidak bisa bertanggung jawab atas kesehatan setiap orang. Sehingga, pencegahan penyakit haruslah dilakukan mulai dari diri sendiri.
Leave a Reply