Masyarakat sehat merupakan syarat mutlak menuju kemandirian dan kesejahteraan. Di Kecamatan Malili, PMDM mendorong perbaikan kesehatan lingkungan.
Forum Lintas Pelaku (FLP) Kecamatan Malili melakukan monitoring-evaluasi di Desa Puncak Indah. Mereka mengunjungi penerima manfaat jamban keluarga sehat yang kini sudah meninggalkan kebiasaan BAB di “WC cemplung”.
Sebagai ibukota Kabupaten, sudah sewajarnya jika pembangunan pesat terjadi di Kecamatan Malili. Wilayah tersebut merupakan “etalase” bagi mereka yang ingin mendapatkan gambaran tentang Luwu Timur.
Namun tidak selamanya Malili memunculkan citra indah. Untuk urusan sanitasi lingkungan saja, Malili masih menyisakan celah yang besar untuk berbenah. Mendengar istilah WC cemplung, kita langsung membayangkan daerah pelosok yang tidak terjangkau akses jalan dan minim infrastruktur dasar. Nyatanya, WC seperti ini masih bisa dijumlai di rumah-rumah warga di Kelurahan Malili.
Padahal menurut standar kesehatan, ada tujuh syarat jamban sehat, yaitu tidak mencemari air, tidak mencemari tanah permukaan, bebas dari serangga dan binatang -binatang lain, tidak menimbulkan bau, mudah dibersihkan dan dirawat, nyaman digunakan, dan tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan. Dilihat dari kriteria tersebut, WC cemplung jelas tidak memenuhi standar kesehatan karena umumnya dibuat dengan jarak kurang dari 10 meter dari sumur air bersih, tidak pernah dibersihkan, disedot, maupun dikuras, mudah dijangkau serangga dan binatang lain, masih menimbulkan bau tak sedap, tidak nyaman digunakan, serta tidak enak dipandang.
Selama tiga tahun anggaran, Program Mitra Desa Mandiri (PMDM) merealisasikan pembangunan jamban keluarga sehat sebanyak 452 unit di seluruh Kecamatan Malili. Khusus untuk PMDM 2016, sebanyak 121 unit jamban dibangun di Kelurahan Malili (10), Desa Puncak Indah (15), Wewangriu (20), Baruga (9), Balantang (18), Pasi-Pasi (14), Laskap (18), Harapan (7), dan Desa Pongkeru (10).
Saat kunjungan ke penerima manfaat di Kelurahan Malili pada Februari 2017, Tim Monev menilai desain jamban yang dikerjakan sendiri oleh penerima manfaat telah baik dan sudah memenuhi kriteria jamban sehat.
Penyedia Layanan (PL) menyerahkan bantuan PMDM senilai Rp3,8 juta per unit dalam bentuk material, seperti semen, batako, pasir, batu kali, kloset, dan gorong-gorong. Penerima manfaat membeli sendiri material yang masih dianggap kurang, seperti keramik lantai, cat, serta bahan penutup atap.
Mengubah Pola Pikir
Di Desa Baruga, dana PMDM sektor ekonomi banyak diserap untuk mengembangkan kegiatan UMKM. Konkretnya, untuk pengadaan etalase dan gerobak dorong bagi pedagang kuliner serta penjual barang campuran di pasar dan beberapa lokasi strategis lain di desa tersebut. “Kami, Tim Monev, mendapatkan hal yang menarik ketika mendatangi pedagang-pedagang itu.
Ternyata masih ada penerima manfaat yang menyampaikan bahwa mereka sangat membutuhkan uang tunai untuk modal usaha. Rupanya konsep PMDM yang tidak memberikan stimulan berupa uang tunai belum sepenuhnya dipahami masyarakat. Namun setelah kami jelaskan secara rinci, ternyata mereka bisa menerima dan menganggap bantuan seperti ini lebih tahan lama dan bisa meningkatkan pendapatan untuk jangka panjang,” kata Fasilitator Teknik PMDM Alwi Chaidir.
Perubahan pola pikir seperti itulah yang menjadi sasaran PMDM. Selain mulai memikirkan keberlanjutan manfaat kegiatan, masyarakat juga mengubah pola pikir dari kegiatan yang bersifat keinginan dan kepentingan individu atau sekelompok orang, menjadi kegiatan yang mengutamakan kepentingan orang banyak.
Seperti pengerjaan talud dan penimbunan jalan di Kelurahan Malili yang telah membuka akses warga menuju jalan raya, sekolah, Posyandu, pasar, kebun, dan rumah ibadah. Kegiatan yang memberikan manfaat besar seperti itu dimasukkan warga ke dalam daftar usulan prioritas melalui musyawarah desa.
Di siklus sebelumnya, TK Al-Mukminun di Desa Pasi-Pasi mendapatkan bantuan PMDM untuk perbaikan fisik bangunan utama, sekaligus melengkapi sarana belajar. Di 2016, PMDM merealisasikan pembangunan RKB tambahan di satu-satunya TK di Desa Pasi-Pasi tersebut.
Kegiatan lain yang menarik adalah pembangunan Ruang Kelas Belajar (RKB) TK Al-Mukminun di Desa Pasi-Pasi. Di tahun anggarannya sebelumnya, TK tersebut mendapat bantuan berupa pengecatan dan pengadaan alat permainan luar. Di tahun ketiga, dana PMDM sektor pendidikan sebesar Rp75 juta sepenuhnya dialokasikan untuk membangun tambahan satu RKB di TK Al-Mukminun, mulai dari pekerjaan pondasi hingga pemasangan atap.
Namun pekerjaan belum tuntas. Pekerjaan pemasangan pintu dan jendela kaca belum bisa dilakukan karena keterbatan anggaran. Kegiatan akan dilanjutkan di PMDM tahun anggaran berikutnya.
Di Desa Baruga, penambahan ruang kelas dilakukan di TK Al-Misfalah. Uniknya, TK Al-Misfalah mengusung konsep RKB terbuka agar siswa tidak jenuh belajar di dalam kelas terus-menerus.
Tim Monev di Kecamatan Malili menggarisbawahi bahwa proses kegiatan bisa berjalan dengan baik dan hasilnya memuaskan ketika pelaku PMDM di desa memiliki komitmen yang sama untuk bekerja sesuai aturan. Kegiatan menjadi tidak maksimal, atau bahkan gagal, ketika pelaku hanya mengejar keuntungan materi. Hal itu masih dijumpai di Kecamatan Malili.
Untuk fase-fase mendatang, peran masyarakat diperlukan untuk mengevaluasi kinerja pelaku PMDM. Dalam musyawarah pembentukan Komite Desa dan pemilihan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), masyarakat hendaknya memilih kandidat yang punya semangat besar untuk mengabdi bagi masyarakat dan punya jiwa pemberdayaan.
Leave a Reply