Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menilai dari 514 kabupaten/kota di Indonesia hanya dua kota yang kesadaran masyarakat akan pentingnya sanitasi khususnya penimbunan tinja tinggi, Surabaya dan Makassar. Sisanya, 512 daerah masih rendah.
“Karena itu, Kementerian PUPR berusaha menggalakan layanan lumpur tinja terjadwal. Hal ini dilakukan untuk menjaga kesehatan keselamatan air tanah,” kata Rina Agustin Indriani, Sekretaris Direktorat Jenderal Cipta Karya, di Kantor Kementeria PUPR, Jakarta, Selasa (11/8).
Menurut dia, hal ini perlu disadari. Berbagai penyakit bisa saja mengancam kesehatan. Risiko deiare, ISPA sampai kematian bisa saja terjadi bila tidak diantisipasi. Karena itu, diharapkan daerah-daerah lainnya bisa menyusul, seperti Surabaya dan Makassar.
Sejalan dengan kebijakan tersebut, kata Rina, pemerintah menganggarkan dana sebesar Rp 34 triliun untuk pengelolaan tinja melalui Layanan Lumpur Tinja Terjadwal. Program tersebut merupakan pengecekan dan penyedotan lumpur tinja di rumah-rumah secara reguler.
“Itu untuk pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan air limbah dan truk penyedot limbah di seluruh kabupaten di Indonesia. Program penyedotan limbah rumah di wilayah tersebut mengalami perkembangan yang bagus,” kata Rina.
Pengendapan lumpur tinja, menurut dia, berdampak juga kepada pencemaran air tanah. Bila septic tank tidak pernah dikuras air tanah sebagai cadangan tidak dapat digunakan karena tercampur zat berbahaya.
“Septic tank itu paling tidak harus dikuras dua tahun sekali. Minimal harus terjaga kebersihannya kalau sudah terkontaminasi parah. Sebab, di berbagai daerah kan masih pakai sumur timba dan masih banyak masyarakat buang air kecil dan besar sembarangan,” katanya.
Pengamat Tata Air Universitas Indonesia Firdaus Ali mengatakan, manajemen pembuatan septic tank pada dasarnya dibuat agar kedap air. Namun pada praktiknya pembuatan septic tank kebanyakan tidak sesuai kelayakan.
“Akibatnya cadangan air tanah terganggu. Limbah tinja itu bisa mempengaruhi kejernihan air bersih. Karena itu, penting kita memperhatikan keberadaan letakĀ septic tank. Usahakan jangan dibuat berdekatan,” papar Firdaus.
Dia menegaskan, bakteri ecoli menjadi momok bagi masyarakat. Banyak kasus kematian yang disebabkan bakteri tersebut.
Firdaus mengatakan, kecenderungan pencemaran akibat limbah tinja bukan banyak di daerah-daerah pelosok. Akan tetapi daerah padat penduduk jauh lebih berisiko pemcemaran air tanah. Ia mengatakan 50 persen lebih masyarakat Indonesia masih menggunakan air tanah, khusnya di Pulau Jawa.
“Memang masyarakat daerah banyak yang menggunakan sumur. Tapi kecenderungannya mereka buat septic tank jauh dari sumur. Yang berbahaya malah yang di wilayah penduduk padat. Lahannya semakin sempit, lalu mereka menggali sumur tidak jarang dekat septic tank. Itu berbahaya. Kejernihan airnya jauh lebih buruk ketimbang di daerah pelosok,” katanya.
Leave a Reply