Tim Satgas Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk Palu bagian sanitasi dan drainase melakukan pemantauan dan survei ke daerah yang terdampak bencana di Palu, Sulawesi Tengah Rabu (19/12/2018). Dalam survei tersebut tim menemukan beberapa lokasi yang kualitas sanitasinya perlu diperbaiki.
Survei diawali dengan berkoordinasi bersama pihak-pihak terkait seperti Dinas Kesehatan, Dinas Pembangunan Umum Sulawesi Tengah. Sekaligus menerima data sebaran penduduk. Dalam melakukan penelitian dan pengabdian pada masyarakat ini, ITB juga menggandeng Fakultas Teknik Lingkungan Universitas Tadulako untuk menerima data-data hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
Tim ITB pertama kali mengunjungi camp pengungsian masyarakat pesisir yang dipusatkan di Masjid Raya Palu. Di sekitaran masjid tertancap pancang-pancang tenda yang didiami oleh masing-masing kepala keluarga. Proses survei yang dilakukan berupa pemantauan sanitasi dan drainase oleh asisten dan mahasiswa ITB, dibimbing langsung oleh Ir. Mipi Ananta, Dosen Fakultas Ilmu Teknologi dan Kebumian (FITB) ITB.
Tak hanya itu, mereka juga menilik sistem pengairan yang diterapkan di area tersebut. Mulai dari aktivitas mandi-cuci-kakus (MCK) yang dilakukan warga, sistem pembuangan air selokan, hingga air siap minum yang disediakan oleh pemerintah. Sebagian dari area tersebut dapat berfungsi dengan baik, sebagian lagi sudah mulai tidak bisa digunakan.
Selesai melakukan survei di lokasi pertama, tim ITB melaju ke daerah yang terkena bencana likuifaksi di Baraloa. Hampir semua rumah di Baraloa rata dengan tanah. Bahkan terdapat sebuah rumah yang digenangi oleh air. “Kami khawatir air yang menggenang ini digunakan oleh masyarakat, karena mungkin saja terkontaminasi bahan berbahaya dan menjadi B3,” ucap Wika Maulany, Asisten Akademik FTSL-ITB yang ikut terjun dalam pemantauan ini.
Survei yang dilakukan para mahasiswa Rekayasa Infrastruktur Lingkungan ITB ini juga menemukan beberapa septictank yang meluber dan penuh. Menurut Wika Volume septictank yang tersedia di lapangan kurang, sehingga banyak meluber ke permukaan.
Tim ITB melakukan konsolidasi dan audiensi dengan pihak pihak terkait sejak hari selasa (18/12/2018) kemarin, yang rencananya akan berakhir pada minggu (30/12/2018) dengan capaian luaran tiga program ITB untuk Sanitasi di Palu, Sigi, dan Donggala. Tiga program tersebut terdiri atas sanitasi di shelter darurat yang akan ditinggalkan, sanitasi dan sistem pengairan di hunian sementara (huntara), dan sistem penyediaan air bersih. Dengan harapan akhir tahun ini ITB dapat memberikan rekomendasi desainkepada pihak-pihak terkait untuk menyelesaikan ketiga program tersebut.
“Secara umum, terdapat tiga bencana yang terjadi di Palu, yaitu gempa bumi terjadi di semua daerah, tsunami di daerah pesisir, dan likuifaksi di daerah pegunungan,” papar Ir. Mipi Ananta Kusuma dari Kelompok Keahlian (KK) Geodesi ketika kunjungan ke salah satu shelter di Balaroa.
Hal ini menimbulkan kemungkinan air tanah yang nantinya akan dikonsumsi masyarakat sudah terkontaminasi oleh bahan bahan berbahaya. Seperti tercemar tumpahan oli bengkel, jenazah, bensin, juga bahan lainnya. Terlebih lagi daerah Palu sendiri airnya dapat ditemukan dengan kedalaman beberapa meter saja. Sehingga semakin besar kemungkinan air tersebut terkontaminasi bahan berbahaya.
Leave a Reply