Sekitar 2.000 peserta mengikuti webinar nasional yang bertema Praktik Baik Penerapan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang Berkesetaraan Gender dan Inklusif (STBM GESI) di Masa Pandemik COVID-19. Webinar ini diselenggarakan oleh Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) melalui WfW (Water for Women) dan WINNER (Women and Disability Inclusive and Nutrition Sensitive) Project bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Media Indonesia, Rabu (22/07).
Webinar ini melibatkan beberapa pembicara, yaitu: Silvia Devina, WASH & ECD Advisor Plan Indonesia, Yeni Veronika, SH, Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Manggarai, Nusa Tenggara Timur, Akhwan, Sanitarian Puskesmas Batu Jangkih, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Serafina Bete, Ketua Persatuan Tuna Daksa Kristiani (PERSANI) Organisasi Penyandang Disabilitas NTT, H. Abdul Wahab, Kepala Desa Batu Bangka, Moyo Hilir, Sumbawa NTB. Selain beberapa pembicara di atas, webinar ini juga melibatkan dr. Imran Agus Nurali, Sp.KO, Direktur Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan sebagai penanggap dan Rosmery C. Sihombing dari Media Indonesia sebagai moderator.
Kegiatan yang dibuka langsung oleh Direktur Eksekutif Plan Indonesia, Dini Widiastuti ini melibatkan peserta dari berbagai wilayah kabupaten dan provinsi yang ada di Indonesia dan merupakan pelaku STBM dari berbagai kalangan, baik sebagai pelaku program STBM GESI maupun sebagai penerima manfaat. Praktik baik yang sudah dilakukan dari lapangan, di mana pelaku STBM berjuang sebagai garda terdepan dalam pencegahan COVID-19 melalui kampanye perubahan perilaku terutama Pilar 2, yaitu: Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS). Hal menarik dalam webinar ini adalah adanya kehadiran dari perwakilan Organisasi Penyandang Disabilitas NTT yang menyampaikan upaya mereka dalam membantu pencegahan penyebaran COVID-19 di lingkungan mereka.
Direktur Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, Imam Agus Naruli yang bertindak sebagai penanggap dalam webinar ini, menyampaikan bahwa jangan sampai ada masyarakat Indonesia yang terdiskriminasi dan tidak tersentuh program-program yang baik karena tidak terdata, terutama di masa pandemik COVID-19 saat ini. “ Ke depannya, Undang-Undang Kesehatan akan mengarah ke sana. Dana desa yang ada juga diharapkan dapat dimanfaatkan dalam pembangunan bukan hanya yang bersifat fisik, tapi juga non-fisik”, pungkas Imam.
Salah satu poin yang disoroti dalam diskusi daring ini adalah pelibatan perempuan dan komunitas disabilitas. Pelibatan semua pihak khususnya perempuan dan komunitas disabilitas terbukti mempercepat penyebaran informasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat. Kerja-kerja baik ini diungkapkan langsung oleh Ketua TP PKK Kabupaten Manggarai, Yeni Veronika, “PKK, gugus tugas, dan Plan Indonesia telah memiliki komitmen bersama untuk melakukan sosialisasi, promosi dan edukasi terkait perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).” Kami ingin mengubah pola pikir masyarakat terkait PHBS dari yang tidak tahu menjadi tahu, dan kami merasa 50 persen sudah sukses mengubah pola pikir mereka, tambahnya. Akwan yang sehari-hari bekerja sebagai Sanitarian di Puskesmas Batu Jangkih, Lombok Tengah, NTB setuju bahwa pelibatan perempuan, kader posyandu dan komunitas disabilitas terbukti mempercepat penyampaian informasi di masyarakat. “Seandainya akses dan informasi yang disediakan sudah inklusif, kehidupan normal baru dapat menjadi inklusif dan partisipatif dengan keterlibatan mereka,” ungkap Akwan.
Dalam menghadapi pandemik COVID-19 saai ini, penyandang disabilitas merupakan kelompok paling rentan terdampak, sehingga pelibatan penyandang disabilitas dalam upaya pencegahan pandemik COVID-19 menjadi sangat penting. Hal ini dengan tegas disampaikan oleh Serafina Bete sebagai Ketua PERSANI NTT yang turut diundang dalam webinar ini, mengatakan: “Program penanganan pandemik COVID-19 ini harus mengakomodir kebutuhan penyandang disabilitas, hal ini sejalan dengan yang sudah dilakukan di Kabupaten Belu dan Malaka, NTT.” Penyandang disabilitas dapat terlibat penuh, baik dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah maupun yang dilakukan bersama Lembaga Swadaya masyarakat (LSM), lanjutnya. Ia juga menambahkan bahwa dengan hadirnya Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, maka penyandang disabilitas tidak lagi dipandang lagi sebagai obyek pembangunan tetapi menjadi subyek pembangunan.
Ivan Rangkuti, Direktur Pelayanan Sosial Dasar Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi menambahkan bahwa sejak lahirnya Undang-undang Desa Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, pemerintah Indonesia melalui Anggaran, Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah mengucurkan dana desa untuk membiayai kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa dengan besaran yang bervariasi antara 800 juta hingga 1,2 milyar rupiah. “Dana desa ditujukan untuk mendorong desa menetapkan kegiatan prioritas untuk kebutuhan semua orang, direktorat sendiri sudah membuat panduan desa inklusi. Jadi dana desa untuk semua, tidak ada yang termarginalkan, 5 Pilar STBM yang GESI termasuk dalam 7 paket layanan dasar untuk pencegahan stunting yang menjadi target Kemendes,” ungkap Ivan Rangkuti.
Dari semua pembelajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa kolaborasi yang baik antara semua pihak baik internal maupun eksternal mampu mempercepat pembangunan nasional yang berkesetaraan gender dan inklusi. Air minum dan sanitasi layak yang berkesetaraan gender dan inklusi merupakan hak dasar manusia, tidak ada yang boleh ditinggalkan. Untuk memungkinkan hal tersebut, semua pelaku STBM harus memastikan partisipasi aktif masyarakat termasuk perempuan, penyandang disabilitas dan kelompok disabilitas, khususnya di situasi pandemik COVID-19 seperti yang saat ini sedang berlangsung.
Sumber : https://plan-international.or.id/id/webinar-nasional-praktik-baik-penerapan-stbm-gesi-di-masa-pandemik-covid-19/
Leave a Reply