Tahukah Anda jika kondisi gizi buruk pada anak sangat terpengaruh oleh kualitas sanitasi dan bukan hanya karena kurangnya asupan makanan? Sanitasi buruk ternyata adalah masalah utama yang harus diatasi sebelum bergerak ke program perbaikan gizi. Lingkungan yang tidak higienis akan berdampak pada kekurangan gizi kronis atau yang sering disebut dengan stanting.
Stanting adalah sebuah kondisi di mana tinggi badan anak berada di bawah standar tinggi badan untuk anak seusianya. Istilah stanting sendiri memang diadaptasi dari bahasa Inggris yaitu stunting yang artinya kerdil. Penyebab stanting adalah kurang asupan gizi dan seringnya terserang penyakit diare.
Studi di lima propinsi menunjukkan bahwa penyebab stanting pada anak – anak Indonesia mengerucut pada dua faktor yaitu pemberian makan bayi dan anak yang belum optimal dan buruknya sanitasi di lingkungan tempat tinggal. Meskipun Indonesia merupakan negara yang modern, di sebagian besar wilayahnya perilaku sanitasi buruk masih kerap ditemui.
Hasil studi menunjukkan saat ini sekitar 50 juta penduduk Indonesia masih memelihara kebiasaan buang air besar sembarangan (BABS). Selain itu, kepemilikan dan penggunaan jamban sehat pun masih sangat rendah. Terutama di kalangan masyarakat yang tinggal di tepian sungai. Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun pun masih belum diterapkan sehingga frekuensi diare mudah meningkat.
Mengapa diare menyebabkan stanting? Diare yang berulang kali terjadi akan membuat area krip pada usus halus menebal. Sementara, vili, yaitu organ seperti tonjolan-tonjolan pada bagian dalam usus halus menjadi datar. Akibatnya penyerapan gizi menjadi kurang maksimal serta meningkatnya permeabilitas yang menyebabkan gizi tidak terserap oleh saluran cerna. Seberapa banyak pun asupan makanan, jika tidak terserap anak menjadi kurang gizi.
Penyakit yang berhubungan dengan infeksi bakteri patogen dari lingkungan sekitar juga sangat berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Setiap sakit seorang anak akan kehilangan protein yang seharusnya diperlukan untuk tumbuh. Apalagi jika disertai demam. Setiap suhu tubuh naik 1° Celcius kebutuhan energi meningkat sampai 13%. Jika anak sudah kurang gizi dan terus menerus sakit, maka pertumbuhannya akan semakin terhambat.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan angka stanting pada balita Indonesia mencapai 37,2%. Bahkan di beberapa propinsi ada yang angka balita penderita stanting-nya mendekati 50% dari jumlah seluruh balita di propinsi tersebut.
Riset yang sama juga menunjukkan bagaimana tingginya angka stanting pada balita di sebuah propinsi sangat berhubungan dengan kualitas sanitasi dan kebiasaan buang air besar sembarangan di sana. Pada propinsi yang memiliki kualitas sanitasi rendah seperti NTT, NTB, Maluku, Sulawesi Barat dan Kalimantan Tengah, jumlah balita dengan kondisi stanting mencapai angka di atas 40%. Sementara pada propinsi di pulau Jawa dan Bali yang kualitas sanitasinya lebih baik, angka stanting relatif lebih rendah.
Stanting, yang merupakan dampak buruknya sanitasi, memiliki efek jangka panjang dan luas. Baik pada anak maupun pada produktivitas ekonomi negara. Kurangnya gizi sudah jelas akan menggerus kapasitas intelektual anak. Bila terkena penyakit infeksi, anak dengan kondisi stanting juga akan lebih sulit pulih. Pada periode kehidupan selanjutnya, yaitu ketika dewasa, anak-anak yang mengalami stanting lebih rentan terkena penyakit jantung dan diabetes. Ini dikarenakan saat dewasa, anak stanting cenderung mengalami obesitas.
Selain itu, stanting pada anak juga akan sangat mempengaruhi perekonomian keluarganya dan negara. Penghasilan orang tua yang memiliki balita dengan kondisi stanting 20% lebih sedikit dibanding dengan orang tua yang balitanya tumbuh normal. Kerugian ekonomi yang harus ditanggung Indonesia akibat banyaknya anak-anak dengan kondisi stanting mencapai 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Setara dengan Rp 300 Triliun per tahun.
Akar masalah gizi dan ekonomi ternyata berada pada pengetahuan sosial-ekonomi masyarakat. Program perbaikan gizi tentu tidak akan berjalan baik alias sia-sia jika pengetahuan soal sanitasi yang baik saja tidak dimiliki masyarakat. Harus ada sinergi antara program peningkatan kualitas makan bayi dan anak dengan upaya menghilangkan kebiasaan buang air besar sembarangan. Jika masalah kesehatan akibat sanitasi belum beres, masalah gizi dan ekonomi tidak akan selesai.Saat ini pemerintah tengah menggalakkan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Tentu semua pihak harus bahu membahu dan mendukung agar terwujud masyarakat yang bebas dari kebiasaan buang air besar sembarangan. Dengan demikian laju stanting akan tertekan. Untuk informasi lebih lanjut mengenai program ini kunjungi
Leave a Reply